Aku tak tahu kapan aku mulai merokok.
Faktanya, yang aku tahu sejak masuk bangku kuliah aku mulai berani sembunyi-sembunyi untuk merokok di kamar mandi. Saat itu aku melihat berbagai model dunia yang dengan anggunnya merokok dan dengan tatapan dinginnya mereka berkata pada dunia bahwa, "Aku merokok dan aku gak peduli sama anggapanmu."
Selama ini aku berusaha untuk menjadi perempuan yang seperti itu. Selalu menjadi diri sendiri dan tak peduli anggapan orang lain terhadap pandangan perempuan dengan rokok di tangannya. Kegiatan merokok bukan lagi menjadi kebutuhan terhadap kecanduan nikotin, tapi juga kebutuhan untuk dianggap hebat dan berani untuk jadi diri sendiri.
Aku mulai "rajin" merokok, agar aku memiliki alasan untuk bergabung dengan anak-anak keren di kampus. Aku mulai merokok agar dianggap mengintimidasi dan fashionable dalam waktu yang bersamaan. Aku merokok agar dianggap serius oleh kakak-kakak tingkat di kampus, ketika saat itu aku yang paling muda di antara grup mereka. Aku merokok agar tak merasa terlalu lapar sehingga aku bisa tetap kurus dan memiliki tubuh yang indah.
Ketika aku berusia 22, aku mulai melihat dampak fisik dari setiap asap rokok yang masuk ke tubuh. Wajahku mulai dipenuhi dengan titik-titik hitam dan lingkaran hitam di bawah mata. Berat badanku di bawah normal dan aku bahkan tak mendapatkan menstruasi selama beberapa bulan.
Aku harap, aku BENAR-BENAR berharap bahwa aku bisa memberitahumu bahwa aku bisa berhenti merokok karena takut terkena kanker, gangguan jantung, diabetes, atau apapun itu. But I shamefully regret.
Aku terlalu sombong. Apa yang bisa kukatakan? Usiaku baru 23 tahun.
Ketika bagian kecil dalam diriku tahu bahwa aku perlahan membunuh diriku sendiri, rasanya kematian itu tak akan datang terlalu cepat — aku masih muda. Rasanya menjadi muda dan bebas adalah sebuah berkat dan juga kutukan dalam waktu yang sama.
Dan ketika aku melihat gigiku yang biasanya putih bersih mulai menguning, aku memutuskan untuk berhenti. Aku membayar ratusan ribu untuk ke dokter gigi agar membersihkan gigiku, dan saat itu aku tak pernah menyentuh sebatang rokokpun.
Tentu saja perubahan tak akan terjadi secepat itu. Namun perlahan gigiku mulai cemerlang, dan mataku kembali bersinar, deretan jerawat yang biasanya menghiasi wajah entah kenapa jadi tak nampak. Aku memiliki energi yang melimpah dan aku mulai mendapatkan menstruasi lagi.
Rambutku mulai bersinar dan lembut, serta aku mulai percaya diri karena tak pernah batuk-batuk lagi di depan umum. Perubahan tersebut memang terasa menakjubkan, namun aku lebih terkejut karena beberapa aspek hidup ternyata juga jauh lebih meningkat ketika aku semakin membulatkan niat untuk berhenti merokok.