Selamat pagi, Pak Jokowi.
Langit Yogyakarta sedikit mendung, bagaimana dengan langit ibukota di sana? Mungkinkah sama atau sedikit berbeda dari biasanya? Jakarta kota cinta, saya sematkan rasa bangga dan penuh kepercayaan padanya; karena kehadiran njenengan, Pak. Binar mata yang kadang terlihat sayu, juga canda tawa Bapak yang biasanya saya temukan pada vlog-vlog Mas Kaesang, membuat saya bernapas lega. Bapak masih baik-baik saja, rupanya. Saya bangga. Saya bahagia.
Anak Bapak mungkin tak terhitung. Dan tak mudah pula mengingat nama. Saya adalah seorang gadis kecil yang tinggal di kaki Gunung Merapi, Pak. Nama saya Ruri, tapi banyak kawan saya, panggil saya Rurat. Bapak boleh, kok, panggil saya dengan sapaan “ndhuk,” karena saya sangat suka dipanggil begitu. Silakan, Bapak ingin mengingat saya dengan nama apa. ????
Indonesia apa kabar ya, Pak? Ramai media memberitakan banyak perkara. Mulai dari kasus SARA, RUU Pertembakauan, Pemilihan Gubernur, pelanggaran hak asasi manusia, pun yang berhubungan dengan anak dan perempuan. Saya bersyukur, membaca rilis pers di http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20170228/0119965/presiden-jangan-sampai-ada-uang-dipakai-beli-rokok/ .
“Jangan sampai ada uang dipakai untuk beli rokok dan tidak dipakai untuk menambah gizi anaknya. Hal-hal seperti itu diingatkan pada keluarga-keluarga di kampung, di desa dimana Puskesmas itu ada. Kalau enggak seperti itu, enggak ngerti mereka”, tambah Presiden
Sebentar lagi, ada film baru yang berjudul Galih dan Ratna. Film itu sangat familiar di antara teman-teman saya. Saya pun menantinya. Bulan ini tayang, Pak. Tapi saya gelisah, sangat jelas terbaca, ada tulisan Generation G. Saya menemukan gambar ini di twitter.
Saya mencari tahu tentang GenerationG di internet. Internet memudahkan saya untuk mencari tahu yang asing pada kepala saya. Dengan mudah, saya bisa mendapatkan informasi itu. Dari halaman ini, jelas tertera akun ini hanya dikhususkan untuk orang dewasa.
Saya mencoba untuk mendaftar dan membuat akun baru di halaman tersebut. Yang saya temukan adalah gambar di bawah ini. Sangat jelas, bila syarat dan ketentuan mendaftar sebagai member, harus perokok dewasa. Tapi, siapa yang bisa memastikan dengan baik, bahwa semua orang yang tergabung dalam laman itu adalah perokok dewasa, Pak?
Film Galih dan Ratna, sesuai yang tertera pada web http://jadwalfilmbioskop21.blogspot.co.id/2017/02/review-galih-ratna-2017-bioskop.html#, rating usia untuk film Galih dan Ratna adalah 13 tahun ke atas. Padahal, sponsornya GenerationG yang jelas-jelas mewajibkan membernya adalah seorang perokok berusia lebih dari delapan belas tahun.
Bapak, saya ingin bertanya, di mana peran Negara ketika regulasi tidak lagi berfungsi? Industri rokok memang menuliskan angka 18+ pada kemasan dan iklan mereka. Tapi, siapa yang bisa menjamin kalau anak-anak tidak akan bisa membeli rokok?
Video yang diunggah akun FCTC Indonesia di instagram, https://www.instagram.com/p/BQaOJyChjfu/?taken-by=fctcindonesia benar-benar menunjukkan bahwa dengan sangat mudah, siapa pun, semua orang bisa membeli rokok. Peredaran rokok tidak terbendung, seperti polusi tirani. Ada di mana-mana. Terhirup, terasa, tapi sebagian besar orang, bungkam. Karena rokok sudah sangat wajar dan dianggap normal.
Saya seorang gadis kelahiran 1998. Sejak kecil, saya melihat iklan rokok di mana-mana, mulai dari jalan menuju sekolah, warung dekat rumah, jalan besar di kabupaten, dan di TV. Kenapa? Karena font dan kemasan iklan industri rokok begitu membekas, Djarum Foundation, Djarum Super League, dll. Dengan mudah, semua orang sudah bisa menebak, itu sponsornya rokok. Sama persis seperti film Galih dan Ratna.
Pak, sebenarnya, di dalam hati saya yang paling lubuk, saya ingin bertanya, kenapa sih, Pak Jokowi mboten aksesi FCTC? Bapak bilang, jangan sampai ada uang untuk beli rokok dan mengesampingkan gizi anak. Lalu, setelah itu, apa yang akan Bapak lakukan sebagai Presiden Republik ini? Saya tidak bisa terus menunggu saja, Pak. Saya sudah ndak kuat. Teman-teman saya sudah banyak yang menjadi perokok. Jumlah perokok anak makin edan, Pak. Padahal, siapa sih, yang akan menentukan arah Negara, kalau bukan kita-kita? Batinku sedih, Pak. Ngeri, deh, kalau ngebayangin negeri ini sepuluh atau lima belas tahun mendatang, dipenuhi orang sakit. Apa lagi kalau pulau-pulau di Indonesia terbang satu persatu karena terbawa asap rokok. Terus, kita semua mau tinggal di mana dong, Pak? Maaf, Pak. Maaf, mungkin Bapak ingat tentang gajah diblangkoni.
Doa saya, semoga Negara segera bertindak. Yang kami butuhkan adalah kejelasan, bukan ketidakjelasan dalam hubungan!
Ayo, Pak. Kalau sudah komitmen, ya ayo, bikin aturan yang jelas, supaya para cukong tirani, tak lagi menindas generasi ini!
Salam sayang,
Ruri.
Maaf, judulnya selamat pagi, tapi njedhule siang. Saya pusing, Pak. Senang membaca perkataan Bapak, tapi gusar, mengingat Negara belum berbuat apa-apa.
Matur sembah nuwun, Bapak yang baik. Lekas berjumpa, ya. Saya pingin salim dan tos dua tangan. ????
Pak Jokowi, daaaaaa!
Sumber: https://ruriputri.wordpress.com/2017/03/01/selamat-pagi-jokowi/