Bogor - Kota Bogor telah melaksanakan kawasan tanpa rokok (KTR) sejak 2009 silam dengan diterbitkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12/2009 tentang KTR. Namun, terhitung sejak 2013, tingkat kepatuhan terhadap perda tersebut masih fluktuatif. Setiap tahun hanya meningkat 0,1 persen, khususnya di delapan kawasan KTR, yakni tempat umum, perkantoran, sekolah, tempat ibadah, sarana transportasi, sarana olahraga, tempat hiburan, dan tempat kesehatan.
Penerapan Perda KTR menemui tantangan cukup sulit karena disiplin masyarakat yang masih kurang. Terlebih lagi, penerapan Perda KTR di kantor-kantor pemerintahan masih lemah. Banyak laporan dan pengaduan masyarakat yang menyampaikan pelanggaran KTR di pusat perbelanjaan, mal, dan kantor kelurahan.
Tak hanya masyarakat, sejumlah instansi milik Pemerintah Kota Bogor pun tidak patuh dan melanggar Perda Nomor 12/2009. Beberapa instansi yang melanggar Perda KTR tersebut antara lain Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil, Kantor Kementerian Agama, Kantor Perpustakaan dan Arsip, serta Rumah Sakit Marzuki Mahdi. Keempat lembaga tersebut kedapatan melanggar Perda KTR dalam razia tindak pidana ringan (tipiring) KTR yang dilakukan oleh Satgas KTR selama satu tahun ini.
Aliansi Masyarakat Anti Rokok (AMAR) menilai, penerapan Perda KTR belum optimal dengan masih adanya pelanggaran yang dilakukan masyarakat ataupun pejabat pemerintah. "Memang enam tahun penerapan Perda KTR di masyarakat hasilnya belum optimal. Bagaimana bisa optimal kalau pejabat pemerintahannya saja juga masih melanggar," kata Ketua AMAR Ace Sumanta, Rabu (17/2)
Menurut Ace, perlu strategi baru dalam melakukan evaluasi dan memonitor penerapan Perda KTR di Kota Bogor agar lebih optimal. "Salah satunya yang ingin kami kejar adalah penerapan sanksi denda yang besarannya dikembalikan sesuai aturan perda, yakni Rp 1 juta untuk lembaga dan Rp 5 juta untuk badan," katanya.
Selain itu, lanjut Ace, sanksi tindak pidana ringan (tipiring) tidak lagi hanya menyasar personal, tetapi juga pimpinan lembaga ataupun badan yang melakukan pelanggaran Perda KTR.
Selama enam tahun melakukan tipiring Perda KTR, satgas menyasar masyarakat yang melakukan pelanggaran dan dikenai denda Rp 25 ribu per orang, padahal dalam aturannya denda perorangan Rp 100 ribu.
Karena itu, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bogor berniat memperluas pengawasan dan penegakan Perda KTR hingga tingkat kecamatan dan kelurahan. "Total ada 75 kepala seksi transtib dari kecamatan dan kelurahan yang ditunjuk sebagai Tim Penegak KTR," kata Kepala Bidang Pemberdayaan Kesehatan Masyarakat (PKM) Dinkes Kota Bogor, Ratna Yunita, usai pelatihan Tim Penegak KTR kecamatan dan kelurahan se-Kota Bogor, Rabu.
Tim penegak KTR kecamatan dan kelurahan memiliki tugas dan fungsi sebagai pengawas, penegak kawasan tanpa rokok di masing-masing wilayahnya, dan menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang delapan kawasan tanpa rokok yang harus dipatuhi.
Menurut Ratna, KTR merupakan salah satu dari 10 indikator perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Kota Bogor, yakni tidak merokok di dalam rumah. Apabila masih ditemukan warga yang merokok di dalam rumah, dapat menurunkan penilaian PHBS. "Saat ini PHBS Kota Bogor nilainya masih 65 persen. Kami menargetkan 75 persen seperti target provinsi. Dua indikator yang masih sulit dicapai, yakni tidak merokok di dalam rumah dan memberikan ASI ekslusif," katanya.
Ratna mengeluhkan masih rendahnya kesadaran dari diri masyarakat, walaupun Dinkes sudah melakukan sosialisasi dan membuka wawasan tentang bahaya rokok. "Ternyata belum cukup, perlu langkah strategis," katanya.
Sekretaris Daerah Kota Bogor Ade Syarip Hidayat mengakui, penegakan KTR masih belum optimal, sejak diberlakukan tujuh tahun silam. Padahal, selama ini Kota Bogor menjadi rujukan daerah lain dalam penerapan kawasan tanpa rokok.
Menurut Ade, waktu yang begitu panjang dalam proses penegakan Perda KTR menjadi otokritik bagi pemerintah daerah agar peraturan tersebut dapat maksimal. Perda KTR mengatur para perokok untuk merokok tidak di delapan kawasan tanpa rokok sebagai upaya melindungi perokok pasif dari paparan asap rokok dan mencegah lahirnya perokok-perokok baru, khususnya pemula.
"Jangan hanya bergerak secara seremonial, tapi penegakan Perda KTR harus dioptimalkan, dengan memberikan sanksi tegas serta penghargaan bagi mereka yang peduli ataupun melanggar," jelas Ade.