JAKARTA -
Hasil penelitan Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014, terhadap 5.986 remaja, khususnya pelajar di Indonesia dengan rentang umur 13 hingga 15 tahun menunjukan, dari 19,4 persen remaja laki-laki dan perempuan adalah perokok aktif. Memprihatikan.

Pemerintah diminta serius membendung perokok dari kalangan pelajar. Salah satunya dengan mengurangi iklan rokok di ruang publik.

"Pemerintah harus serius. Saya harapkan Kementerian Pendidikan bersama kementerian lain membuat program peduli. Lebih baik anak-anak dijaga. Akses iklan rokok di Jakarta harus dibatasi," kata aktivis Smoke Free Jakarta Bernadette Fellarika Nusarrivera kepada Metrotvnews. com, Jumat (19/8/2016).

Perempuan yang akrab disapa Fella menambahkan, saat pengenalan sekolah perlu juga diberi pendidikan soal bahaya rokok. Tujuannya agar anak-anak mengetahui bahaya rokok. "Sejak awal perlu disosialisasikan. Kalau perlu masuk dalam mata pelajaran," ucapnya.

Fella sepakat dengan wacana harga rokok dikerek semahal-mahalnya. Menurut dia, saat ini harga rokok tergolong murah. Bisa dijangkau semua kalangan. Nah, tambah dia, kalau harga rokok mahal, perokok akan berpikir ulang untuk merokok.

Jumlah perokok di kalangan remaja di Indonesia, khususnya pelajar, terbilang cukup tinggi. Laporan GYTS 2014, persentase perokok berusia 15 tahun ke atas terus melompat saban tahun.

Sebanyak 35,3 persen perokok tembakau adalah remaja laki-laki, sedangkan remaja perempuan hanya 3,4 persen.Sebanyak 35,6 persen remaja perokok mengisap satu batang rokok per hari. Sementara, hanya 0,5 persen remaja yang mengaku merokok lebih dari 20 batang per hari.

Masih dalam penelitian yang sama disebutkan, sebanyak 43,2 persen remaja pertama kali merokok saat masih berumur 12 hingga 13 tahun. Jumlah ini lebih banyak dari mereka yang mencoba merokok pada usia 10 hingga 11 tahun dengan persentase mencapai 25,6 persen.

Sekjen Kemenkes Untung Suseno mengatakan, salah satu upaya menekan jumlah perokok di kalangan remaja dengan cara menaikan harga rokok. Cara itu dinilai efektif menekan jumlah perokok remaja.

"Menurut penelitian di beberapa negara lain, kenaikan harga rokok yang dituju memang untuk (menekan jumlah) perokok pemula. Kalau tidak ada (perokok) yang baru, berarti memang akan turun jumlahnya," ungkap Untung saat dihubungi Metrotvnews. com, Kamis 11 Agustus.

Untung mengakui, murahnya harga dan mudahnya akses mendapatkan rokok jadi salah satu pintu masuk perokok remaja. Apalagi, selama ini kebijakan soal penjualan rokok belum sepenuhnya melindungi kalangan remaja.

Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk tembakau selama ini juga belum maksimal. Padahal, peraturan itu mencantumkan larangan pedagang menjual rokok kepada anak di bawah usia 18 tahun.

Sumber