Penelitian menunjukkan, aktor film bisa memperngaruhi perilaku merokok anak-anak. Dalam hal merokok, anak-anak sangat dipengaruhi oleh orang-orang yang mereka anggap keren dan menjadi panutan, termasuk aktor film.
"Ada hubungan dalam dosis-respons. Anak-anak yang lebih sering melihat orang merokok dalam film kemungkinan besar mereka merokok," kata Dr. Stanton Glantz, profesor dan Direktur Pusat Penelitian dan Pengendalian Tembakau University of California, San Francisco seperti dikutip dari New York Times.
Stanton Glatz adalah salah satu penulis studi baru yang menemukan bahwa film populer menampilkan penggunaan tembakau lebih banyak di layar.
"Bukti itu menunjukkan bahwa hal itu adalah stimulus tunggal terbesar. Hal ini mengalahkan role-model orang tua yang baik. Juga lebih mempengaruhi daripada pengaruh teman sebaya atau bahkan iklan-iklan rokok," tuturnya.
Penelitian epidemiologi menunjukkan, jika semua faktor yang menyebabkan seseorang merokok (orang tua yang merokok, status sosial ekonomi) bisa dikendalikan, remaja yang lebih sering menyaksikan adegan merokok dalam film memiliki potensi dua sampai tiga kali lebih banyak untuk mulai merokok dibandingkan dengan anak-anak yang jarang melihat adegan merokok dalam film. Adegan merokok di film bisa mengalahkan peran orang tua yang tidak merokok.
Glantz dan rekan-rekannya yang mempelajari ini menyebut, merokok dalam film sebagai "racun lingkungan". Hal itupun menjadi faktor yang membahayakan anak-anak.
"Merokok di film yang ditujukkan untuk anak-anak harus dihentikan. Jadi tujuan kami adalah mencapai kebijakan untuk tidak merokok di film kategori anak," kata Glantz.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit mengungkapkan jika adegan merokok dalam film ditiadakan, 18 persen dari 5,6 juta kaum muda akan terselamatkan dari penyakit yang ditimbulkan tembakau. "Hanya ini yang bisa kita lakukan dengan sangat murah serta menyelamatkan begitu banyak jiwa," kata Dr. Glantz.
Studi ini telah dipelajari di 17 negara yang berbeda. Meski kebijakan dan budayanya sangat berbeda, hasilnya sangat mirip. "Anda secara konsisten menemukan risiko dua sampai tiga kali pada anak-anak yang sering melihat adegan merokok pada film, di seluruh dunia."
Film PG-13 dan R (17+)
Setelah tahun 2010, tingkat merokok dalam film meningkat pada film yang diberi rating remaja. Data itu berasal dari studi baru yang diterbitkan bulan ini dalam Laporan Mutu Morbiditas dan Kematian CDC.
Menurut Michael Tynan, seorang analis kesehatan masyarakat, aktor yang menggunakan produk tembakau dalam film-film laris meningkat 72 persen. Dari angka itu, 43 persen di antaranya film kategori Remaja.
“Satu dari setiap empat film yang diperuntukkan bagi kaum muda saat ini terus menampilkan penggunaan tembakau. Kami tahu ini berbahaya bagi kaum muda dan menyebabkan kaum muda mulai menggunakannya," tutut Tynan.
Frekuensi penggunaan tembakau di film PG-13 (13+) menjadi masalah kesehatan masyarakat. Ia menyarankan, mengkategorikan film dengan adegan penggunaan tembakau menjadi rating R (17+).
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 90an, para periset merujuk pada perbedaan antara orang yang merokok di film dan yang merokok di dunia nyata. Di dunia nyata, perokok cenderung menjadi orang miskin, penderita penyakit jiwa. "Orang-orang kaya, yang mempunyai kekuatan dan memegang kendali, justru tidak merokok. Tapi di film kebalikannya. Dalam film perokok memiliki kekuatan, bahkan jika mereka adalah orang jahatnya. Dengan cara itu, film bisa memperkuat citra iklan rokok,” tutur Glantz.
"Terus menerus menampilkan adegan merokok di film ibarat meletakkan racun di popcorn," katanya.
Generasi muda harus dilindungi dari risiko kesehatan akibat merokok. Adegan merokok dalam film harus dikurangi.
Sumber: Pikiran Rakyat