JOGJA – Pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Pembatasan Tempat Merokok kian sengit. Wakil rakyat di DPRD Kota Jogja terbelah antara yang setuju dengan konsep Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTAR) dan yang mengajukan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Bah-kan, keputusan penggunaan nama itu bakal dilakukan voting saat rapat paripurna (rapur)
Pada rapat terakhir Panitia Khusus (Pansus) Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTAR), Rabu (11/5) lalu belum menemui kata se-pakat. Pansus yang kembali dihadiri empat orang wakil rakyat dari Fraksi PDI Perjuangan itu akhirnya memilih dua konsep draf tersebut untuk dikirimkan ke masing-masing fraksi
.”Rabu (19/5) besok, dalam public hearing konsepnya masih dua. Baru dilanjutkan dengan finalisasi. Kalau masih belum ada kesepakatan akan dibawa ke rapur dengan dua konsep itu,” kata Wakil Ketua Pansus KTAR Dwi Budi Utomo, kemarin (12/5).Politikus dari PKS ini me-ngatakan, pengambilan kepu-tusan bisa saja dilakukan voting. Ini jika musyawarah mufakat antara kedua konsep tersebut belum menemukan titik temu. ”Itu juga bagian salah satu me-kanisme pengambilan ke putusan di dewan,” jelas Dwi.
Wakil rakyat yang sempat ber-henti di periode 2009-2014 ini mengatakan, rencananya, Senin (17/5) depan Pansus menga-gendakan diskusi dengan ekse-kutif. Baru akhir Mei ini finalisasi, rapat Badan Musyawarah untuk menentukan jadwal rapur.Dia menegaskan, perbedaan saat ini hanya terletak pada nama. Fraksi PDIP yang sejak awal getol menggunakan nama Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTAR) tetap bersikukuh. Fraksi lain menghenda-ki namanya sesuai dengan UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP 109 tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Di lain pihak, Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Foki Ar-dianto mengaku, pihaknya masih belum akan bergeser dari konsep awal. Sebab, Fraksi PDIP tetap berpedoman yang membaha-yakan asap rokoknya. Arti-nya, yang diatur di perda nanti-nya asap rokoknya. Jadi jika di salah satu tempat larangan, orang membawa rokok tetap diper-bolehkan. Asalkan, rokok ter sebut tidak dihidupkan dan menim-bulkan asap.”Kami berbicara pada subtansi-nya. Larangan merokok adalah asap rokoknya. Bukan orang yang membawa rokok atau aktivitas ekonomi berkaitan dengan merokok,” katanya.
Jika pengaturan dilakukan untuk rokoknya, hal itu bisa berdampak serius terhadap perekonomian masyarakat ke-cil. Karena banyak yang hidup dari berjualan rokok.Seperti telah diberitakan, pertarungan dua pendapat itu tak hanya soal konsep saja. Tapi, ada peran dari industri rokok yang selama ini perputaran uangnya sangat besar. Jika dewan akhirnya mengesahkan Raperda KTAR menjadi KTR, pemasaran industri rokok semakin terkekang.
”Memang ada cukai yang ma-suk, tapi tak sebanding dengan biaya kesehatan yang ditim-bulkan,” kata Wakil Ketua Mu-hammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Fauzi Noor Ahmad.