KUTAI TIMUR
- Tidak dipungkiri, salah satu pendapatan terbesar yang diterima negara diambil dari penghasilan rokok. Namun dibalik iming-iming semu tersebut, ternyata kehadiran rokok jauh lebih besar menciptakan beban negatif ketimbang positif.

Kabar tak sedap ini terkuak pada saat Dinas Kesehatan (Dinkes) Kutim menggelar pembentukan jejaring Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTR) dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PPTM) diruang arau beberapa hari lalu.

“Dibalik dampak positifnya, tersimpan lebih besar dampak negatifnya,” ujar Kadinkes Kutim, Aisyah, didampingi Kepala Bidang  Bina Kesehatan Masyarakat dr Yuwana Sri Kurniawati.

Hal ini karena, rokok merupakan penyumbang utama buruknya kesehatan bagi masyarakat, baik yang mengkonsumsinya secara langsung maupun tidak. Tak sedikit, gara-gara rokok, masyarakat harus berurusan dengan rumah sakit hingga berujung kematian. Pasalnya, rukok bisa menciptakan penyakit mematikan seperti, kanker paru,kanker kandung kemih, kanker payudara, kanker serviks, serangan jantung, impotensi dan lainnya.

"Jadi, tidak hanya perokok aktif saja, namun perokok pasif juga lebih besar terkena dampaknya. Jika sudah terkena dampaknya, maka tentunya akan menghabiskan uang untuk mengobati. Ujung-ujungnya, akan menjadi beban negara,” jelas Yuana. 

Dalam perhitungan ekonomi, pengeluaran yang disebabkan oleh rokok akibat dampak penyakit yang dihasilkan membawa beban sebesar 245,41 trilliun. Sedangkan pendapatan negara dari cukai tembakau hanya sebesar 55 trilliun.Artinya, pengeluaran disebakan oleh rokok jauh lebih besar ketimbang pemasukan. “Dari sisi ekonomi pengeluaran yang diakibat rokok luar biasa sekali,” katanya.

Jika merujuk dari data Libangkes Kemenkes RI 2010, beban ekonomi yang diakibatkan pengeluaran makro untuk tembakau meliputi pembelian rokok sebesar 138 trilliun, biaya perawatan medis rawat inap dan rawat jalan sebesar 2,11 trilliun, kehilangan produktifitas karena kematian prematur dan morbiditas disabilitas sebesar 105,3 trilliun.

Sumber: Prokal.co