Indonesia telah darurat gizi, kata Wakil Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Jakarta (LDUI) Abdillah Ahsan.
Pernyataan Abdillah tersebut bisa jadi ada benarnya. Setidaknya, apa yang disampaikan ahli gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Diah Mulyawati Utari mendukung hal itu. Posisi masalah gizi di Indonesia memenuhi seluruh kategori yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Terdapat tiga kategori masalah gizi. Kategori A meliputi kurang energi protein sehingga tubuh anak-anak kurus dan pendek, kategori B meliputi kurang vitamin A dan zat besi, serta kategori C adalah gizi lebih yang menyebabkan kelebihan berat badan dan obesitas.
"Semua masalah gizi ada di Indonesia, yaitu kurang energi protein, kurang vitamin A, anemia akibat kurang zat besi, gizi lebih dan kekurangan yodium," kata Diah.
Diah mengatakan kebanyakan permasalahan gizi terjadi pada keluarga rumah tangga miskin. Namun, yang menjadi ironi, kepala rumah tangga miskin tetap merokok meskipun anak-anaknya kurang gizi.
"Padahal, dua batang rokok saja bisa dibelikan satu butir telur. Itu sudah cukup untuk memenuhi gizi balita. Namun, ternyata belanja rokok rumah tangga miskin menempati urutan kedua setelah beras," tuturnya.
Menurut Diah, paparan asap rokok juga terbukti memengaruhi asupan gizi anak dan balita sejak dari dalam kandungan.
Paparan asap rokok akan menyebabkan paru-paru anak terinfeksi. Infeksi tersebut akan mengurangi nafsu makan anak sehingga asupan gizinya kurang.
Kondisi tersebut diperparah oleh fakta bahwa lebih dari setengah populasi balita di Indonesia terpapar asap rokok, tujuh dari 10 anak usia 13 tahun hingga 15 tahun terpapar asap rokok dan lebih dari setengah perokok pasif adalah kelompok rentan, yaitu balita dan perempuan.
"Penelitian yang dilakukan Semba di Indonesia sepanjang 1999 hingga 2003 yang menyurvei 175.000 keluarga miskin di perkotaan Indonesia menunjukkan bahwa tiga dari lima kepala keluarga adalah perokok aktif," tuturnya.
Menurut penelitian tersebut, perilaku merokok kepala rumah tangga memiliki hubungan bermakna terhadap gizi buruk balita. Belanja rokok telah menggeser kebutuhan makanan bergizi untuk tumbuh kembang balita.