JAKARTA - Koalisi Nasional Masyarakat Sipil untuk pengendalian tembakau menyayangkan sikap Badan Legislasi DPR yang menghapus pasal larangan iklan rokok dalam rapat harmonisasi Baleg pada 16 Juni 2017 lalu. Dalam konferensi pers yang digelar di Pusat Dakwah PP Muhammadiyah, Selasa, 4 Juli 2017, koalisi menilai sikap ini sebagai pembajakan terhadap kepentingan publik.
Menurut Muhammad Joni dari Indonesia Lawyer Association for Tobacco Control yang menjadi bagian dari koalisi, Baleg telah mengabaikan kepentingan masyarakat luas. Joni mengatakan efek rokok pada kesehatan sudah tak terbantahkan lewat sejumlah data dan fakta otentik. Oleh karena itu tak ada alasan untuk meloloskan iklan rokok tayang di televisi.
"Bukan hanya tentang regulasi dibuat, tetapi bagaimana komitmen DPR menjaga hak kesehatan publik. Rokok ini berbahaya dan harus kita pastikan pelarangannya," ucap Joni.
Lebih jauh lagi, kata Joni di banyak negara maju, pelarangan iklan rokok terbukti dapat menurunkan konsumsi rokok secara mandiri hingga 7 persen. Hal ini berdasarkan data WHO pada 2013. Selain itu Kewajiban Pelarangan Iklan Rokok juga diserukan dalam Concluding Observation Komite Ekonomi Sosial dan Budaya kepada Indonesia yang bersidang pada Pertemuan ke-40, 23 Mei 2014.
"Negara mesti melakukan dua hal yang terkait hak Ekosob ini yakni lewat langkah progresively dan full achievment. Sebenarnya apa yang dibuat Komisi I sudah sangat tepat. Tetapi setelah dibajak di Baleg saya rasa Komisi I tetap harus tabah dan loyal dengan keputusannya," ujarnya.
Sebelumnya draft RUU Penyiaran versi Panja Komisi I telah mencantumkan larangan iklan rokok dalam siaran iklan di media penyiaran pada Februari 2017. Draft Komisi I ini adalah langkah progresif di tengah kondisi Indonesia yang masih tertinggal dalam regulasi iklan rokok di media penyiaran.
Namun upaya progresif komisi I ini tidak mendapat dukungan dari Baleg. Karena Baleg justru merekomendasikan untuk menghapus larangan iklan rokok dalam RUU Penyiaran. Alasan Baleg karena rokok adalah produk legal dan keputusan MK tahun 2009 serta 2013 masih membolehkan iklan rokok.
Sumber: Pikiran Rakyat