JAKARTA
- Sosiolog Dr Imam B Prasodjo MA mengatakan, keadaan industri rokok saat ini dinilai 'ugal-ugalan'. Sempat dia temui saat kunjungan ke Purwakarta, sekolah memiliki atap dan tembok yang bergambarkan rokok.

"Bagaimana sekolah menjadi media ajari hal baik?, tembok dan atap saja gambarnya rokok, kepala sekolah juga tidak bisa menggugat. Ini krisis," kata Imam Prasodjo dalam acara Deklarasi Guru Indonesia Bagi Pengendalian Tembakau dan Talkshow "Ancaman Rokok Terhadap Masa Depan Anak Bangsa", Rabu (24/5/2017).

Imam juga mengatakan keugal-ugalan industri rokok kini kian menargetkan usia anak dan perempuan. Dikatakan dua dari tiga orang di Indonesia merupakan perokok aktif.

"Artinya Indonesia ini asbak dunia. Masih ada masyarakat miskin merokok lagi. Dihimbau juga tidak bisa, karena rokok itu zat aditif, zat itu keras, menurut saya narkoba. Jadi memang harus dengan cara keras menyelesaikannya," kata Sosiolog Universitas Indonesia (UI) ini.

Menurut pengamatan dirinya, semakin negara maju juga akan semakin ingin melindungi rakyat, salah satunya dengan dinaiknnya harga rokok. Hal itu dilakukan agar rakyat yang miskin tak mampu membeli, apalagi kalangan anak-anak, tapi belum diterapkan di Indonesia dibanding negara lain.

Imam juga menilai, dalam hal ini pemerintah seolah membiarkan rakyat membeli rokok. Bahkan menurut pengamatannya ada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang digratifikasi, hingga terdapat pada pasal undang-undang yang dirancang mengenai rokok dihilangkan.

"Kalau diukur, dibanding dengan negara lain, di Indonesia harga rokok masih rendah," kata Imam.

Ada juga industri rokok yang dengan bangga menganggap pihaknya menambah devisa negara. Misalnya saja pajak cukai pada 2011 sebesar Rp 62 Triliun, tetapi jika dibandingkan dengan biaya kesehatan untuk pengobatan, biayanya lebih berlipat-lipat dari angka tersebut. Menurut Imam hal itu menunjukkan kebangkrutan Indonesia dan masalah yang tidak bisa dibiarkan.

Pabrik rokok juga banyak yang bukan milik Indonesia, semua merek rokok yang laku terjual bebas dipasaran berasal dari luar negeri. "Itu milik asing, jadi apanya yang budaya Indonesia?," kata Imam.

Mirisnya, semua 'kerumunan' manusia selalu menjadi target iklan rokok. Misalnya saja dengan penjualan melalui wanita-wanita (Sales Promotion Girl - SPG) yang menawarkan pada para pria. Ada pula rokok yang disisipkan dalam berbagai kegiatan, misalnya ngabuburit. Penawaran melalui beasiswa, kantin-kantin bahkan sepeda yang di sponsori rokok di kampus-kampus. Tidak hanya kalangan mahasiswa, iklan rokok juga menyasar anak Taman Kanak-kanak (TK), melalui kedok perpustakaan keliling. Belum lagi tagline-tagline rokok yang menggunakan kata-kata dengan gimik menipu.

"Kalau mau jihad disini (berantas rokok). Kita sedang melawan bangsa sendiri, melindungi segenap bangsa Indonesia," ujar Imam.

Sumber: www.netralnews.com