Jakarta, 18 September 2019 –Pengelolaan limbah puntung rokok sering dilupakan dan tidak menjadi prioritas karena dampaknya bersifat tidak langsung dan jangka panjang. Padahal, jika tidak segera dikendalikan, dampak dari limbah puntung rokok dapat mempengaruhi lingkungan, kesehatan, dan kegiatan ekonomi bisnis. Karena itu, komitmen pemerintah sangat dibutuhkan dalam melakukan pengendalian tembakau yang komprehesif dari hulu hingga ke hilir.
Demikian benang merah yang terangkum dari acara Talkshow bertajuk “Puntung Rokok Kecil Berdampak Besar yang diadakan di @America Pacific Place, Jakarta,Rabu (18/09/2019).
Rama Tantra Solikin, pegiat Gerakan muda FCTC, menyatakan kesadaran tentang pentingnya pengelolaan limbah rokok masih sangat minim di Indonesia. “Tidak banyak orang menyadari bahwa limbah puntung rokok tergolong limbah berbahaya dan beracun karena dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kelangsungan hidup manusia. Ini setara dengan limbah pabrik dan harus didaur ulang secara khusus,” kata Rama.
Ia menjelaskan, bahan penyusun puntung rokok adalah sejenis kapas plastik bernama Selulosa Asetat, yang memerlukan waktu agar bisa terurai oleh lingkungan. Selulosa Asetat adalah modifikasi dari senyawa kimia bernama Selulosa. Ia mengutip sejumlah penelitian yang menyebutkan bahwa puntung rokok yang terbuat dari Selulosa Asetat butuh waktu sekitar 1 sampai 5 tahun untuk terurai, bahkan bisa mencapai 10 tahun jika sudah terkena air laut.
Kristi Helena R Tanjun, pegiat Divers Clean Action, menambahkan bahwa riset yang dilakukan peneliti Universitas Georgia, Jenna Jambeck, menunjukkan bahwa pada 2015 Indonesia menjadi negara kedua penyumbang sampah di laut setelah China. Setidaknya ada 187,2 juta ton sampah dari Indonesia ada di laut. Faktanya, dari jumlah tersebut sampah puntung rokok menjadi sampah terbanyak ada di laut sebanyak 52 juta batang. Sisanya sampah tutup botol 13,5 juta, sampah alat makan sebanyak 10 juta dan lainnya.
Menurut Kristi, setiap tahun tercatat dunia menampung sebanyak 4,5 triliun sampah puntung rokok. Sebagian besar dibuang sembarangan, di pinggir jalan sampai pantai. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, kebiasaan membuang puntung rokok sembarangan dilakukan oleh jutaan orang. Setidaknya dua pertiga puntung rokok ditemukan berserakan di trotoar atau selokan, dan akhirnya berujung di lautan.
The Ocean Conservancy, sebuah kelompok advokasi lingkungan, melakukan penelitian selama 32 tahun dan berhasil mengumpulkan total lebih dari 60 juta puntung rokok dari seluruh pantai di dunia, termasuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dan otomatis memiliki banyak pantai, laut, dan wilayah perairan lainnya.
Nahla Jovial Nisa, Koordinator Advokasi Yayasan Lentera Anak, menilai ada hubungan yang erat antara banyaknya limbah puntung rokok di Indonesia dengan konsumsi rokok yang tinggi. Indonesia sebagai negara urutan ke-tiga perokok tertinggi di dunia, yaitu sebesar 90 Juta perokok aktif, dan memproduksi rokok rata-rata sebanyak 338 miliar batang setiap tahun. Menurut data Tobbaco Control Support Center pada 2015, konsumsi rokok rata-rata per orang per hari pada 2013, yaitu 12,3 batang atau 369 batang per bulan, atau 12-13 batang/hari/orang (Riset Kesehatan Dasar, 2018)
Sepanjang tidak ada kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif, kata Nahla, maka jumlah perokok di Indonesia masih tetap tinggi, dan limbah puntung rokok masih tetap bertumpuk. Karena itu ia menegaskan, Indonesia membutuhkan FCTC (Framework Convention on Tobacco Control), sebagai regulasi payung, dengan memberlakukan larangan pemasaran dan periklanan tembakau secaratotal, mempromosikan kemasan produk polos, membuat semua ruang publik dan tempat kerja menjadi bebas rokok, serta menaikkan pajak dan harga tembakau.
Senada dengan Nahla, Rama Tantra menegaskan banyak sekali dampak kerugian akibat rokok. Namun, masih banyak masyarakat yang menganggap rokok atau perilaku merokok adalah hal biasa. “Karena itu kami dari Gerakan muda FCTC Indonesia & Lentera Anak bersama 36 organisasi dan komunitas menginisiasi Kampanye #PilihBicara mengajak masyarakat, khususnya anak muda agar bicara menyampaikan keprihatinan, kepedulian, pengalaman dan harapan tentang permasalahan rokok di Indonesia,” kata penggagas Banggai Generation on Tobacco Control (BGTC) ini.
Adapun suara keprihatinan, kepedulian, pengalaman dan harapan tentang permasalahan rokok tersebut dapat dikirimkan dalam bentuk video, tulisan, ataupun karya lainnya yang akan dikumpulkan dari seluruh Indonesia, baik secara online maupun offline dalam sebuah platform website pilihbicara.org.
Kampanye #PilihBicara ini, kata Rama, sudah berlangsung sejak Juli dan akan berakhir pada Desember mendatang. Tujuan Kampanye #PilihBicara untuk membangun kesadaran dan dukungan masyarakat terhadap pemerintah dalam melakukan upaya komprehensif, untuk memenuhi pencapaian SDG’s nomor 3, 5 dan 14.
“Dokumentasi dari keseluruhan video, tulisan, dan karya lainnya dari Kampanye #PilihBicara ini akan kami rangkum dalam kegiatan movie screening event untuk disampaikan kepada Kementerian terkait,”pungkas Rama.
Demikian Siaran Pers Ini Disampaikan.
Gerakan muda FCTC