Jakarta, Ketua Bidang Penyuluhan dan Pendidikan Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok, Fuad Baradja, menyatakan Indonesia tertinggal 20 tahun dari Thailand dalam pengendalian rokok. “Thailand sudah menangani permasalahan rokok sejak 20 tahun lalu, sementara Indonesia masih belum melakukan langkah nyata untuk mengendalikan peredaran rokok di masyarakat,” kata Fuad.
Fuad menjelaskan, 20 tahun yang lalu Thailand juga mengalami permasalahan yang sama dengan Indonesia ihwal rokok. Namun Negeri Gajah Putih itu mampu bangkit dan menata peredaran rokok di masyarakatnya. Saat ini bahkan tidak ada lagi orang merokok di klub malam Thailand, karena keseriusan pemerintahnya dalam menata konsumsi rokok oleh masyarakat.
Sebaliknya, di Indonesia, peredaran dan konsumsi rokok malah berkembang pesat. Fuad mencontohkan maraknya konsumsi rokok oleh masyarakat miskin dan anak-anak. Data dari Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok menunjukkan, jumlah perokok muda Indonesia naik 15 persen setiap tahun. Angka ini merupakan angka pertumbuhan perokok termuda tertinggi di dunia.
Di sisi lain, Fuad juga pernah menemui perokok yang sebenarnya masuk kategori miskin namun tetap membeli rokok. “Bukannya tidak mau berhenti merokok, tapi mereka sudah kecanduan dan sulit berhenti karena pengaruh zat adiktif.”
Tingginya intensitas iklan rokok dinilai sebagai pemicu tingginya angka perokok. Padahal, sebagai zat adiktif, rokok dinilai oleh Fuad tidak perlu diiklankan. Apalagi iklan itu tidak disertai dengan informasi tentang bahaya merokok bagi kesehatan yang memadai.
Menurut data peneliti Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, pada 2010 ada 65 juta perokok aktif di Indonesia. Artinya, jumlah perokok mencapai 34,7 persen dari seluruh jumlah penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas