Bogor - Industri rokok di Indonesia tumbuh demikian pesatnya. Bahkan tidak hanya di perkotaan tapi hingga ke desa dan pelosok dusun terpencil terjamah oleh kekuatan perusahaan rokok yang didukung distribusi yang profesional.
Indonesia dengan penduduk lebih dari 240 juta merupakan pasar potensial, yang ternyata tembakau yang digunaka adalah tembakau impor.
"Jadi sangat banyak industri rokok di negeri kita ini tidak saja menggunakan tembakau dari para petani tembakau, tapi dari tembakau impor dari luar negeri," kata Mardiyah Chamim penulis buku tentang bahayanya rokok terutama bagi generasi muda, dalam acara Workshop Tobacco Industry Accountability (TIA) di Meeting Room, Jambuluwuk Hotel and Resort, Rabu (23/3/2016).
Menurut Mardiyah sudah lama industri-industri rokok yang memang berbahaya bagi kesehatan tubuh menggembar-gemborkan berbagai kegiatan sosial atau bantuan beasiswa, sebagai kedok agar industri mereka tetap legal. Padahal keuntungan yang didapatkan jauh lebih banyak. "Rokok putih, rokok kretek sama saja membahayakan kesehatan," imbuhnya.
Sebanyak dua ratus ribu orang Indonesia meninggal karena penyakit akibat rokok tiap tahun. Penyakit Terkait Rokok (PTR) juga menggerogoti APBN, dimana Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan mencatat pada 2013 pemasukan cukai rokok hanya Rp113 Triliun sedangkan pengeluaran makro akibat rokok mencapai Rp378,75 Triliun.
Pada situasi tersebut dimanakah pertanggungjawaban industri tembakau? Memberi beasiswa, menjadi sponsor olah raga atau menanam pohon dari program yang dilabeli CSR? Adakah perusahaan rokok yang mendirikan rumah sakit untuk menampung pasien PTR?
Sementara itu Jalal seorang aktivis pengendalian tembakau mengungkapkan Philip Morris itu sudah diusir dari Amerika, sehingga mencari negara-negara berkembang di Asia seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam dan lainnya untuk mengeruk keuntungan besar dari industri rokok.
"Saat ini Philip Morris ada di Swiss. Di Amerika itu iklan-iklan rokok sudah tidak bisa leluasa, kalau beli juga mahal dan tidak mudah dibeli apalagi oleh kalangan remaja di Amerika," bebernya.
Di negara yang kita cintai bersama ini ada iklan rokok semakin semarak dan belum lagi SPG-SPG cantik ikut menjajakan. Ada 67 juta perokok aktif dan 3,9 juta adalah anak-anak berusia 10 sampai 14 tahun. "Kalau keuntungan pertahun Sampoerna Rp10 Triliun, itu hanya Rp60 miliar untuk CSR," beber Jalal.