Jakarta - Wakil Presiden ‎Jusuf Kalla mengaku sepakat dengan rilis Badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa rokok adalah komoditas yang membuat masyarakat semakin miskin. Pasalnya, kata dia, kenaikan harga rokok tak diimbangi dengan pendapatan para penikmatnya.

"Orang bisa miskin itu kalau tingkat pengeluaran lebih tinggi dari pendapatannya," kata Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu, 6 Januari 2016. Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu  menilai rokok merupakan pengeluaran yang tak perlu. ‎"Kalau pendapatannya tidak naik tapi harga rokok naik, otomatis timbul seperti itu. Rokok, kan, bukan kebutuhan pokok.‎"

Kalla mengklaim sebenarnya pemerintah sudah mengambil banyak kebijakan untuk mengurangi peredaran rokok. Salah satu yang sudah dilakukan adalah menaikkan cukai rokok. Upaya itu menurut dia sudah sesuai dengan kebijakan banyak negara dalam membatasi peredaran rokok.

Namun Kalla meminta tak cuma pemerintah yang didesak menekan peredaran rokok. Kesadaran masyarakat akan kesehatan juga harus ditingkatkan. ‎Sebab, merokok di Indonesia sudah menjadi kebiasaan. "Kebiasaan merokok itulah yang justru membuat industri rokok makin naik. Padahal ini sudah harus segera diatasi."

Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa belanja rokok orang miskin ternyata cukup besar. Kepala BPS Suryamin menegaskan, rokok menjadi salah satu penyumbang terbesar yang membuat sebagian masyarakat tetap berada di bawah garis kemiskinan. ‎Kepala BPS Suryamin mengatakan rokok menjadi komoditas yang memberikan kontribusi terbesar kedua, yakni 8,08 persen, terhadap garis kemiskinan di perkotaan. Sedangkan di pedesaan, kontribusinya 7,68 persen.‎

‎Tahun lalu, BPS juga merilis data serupa. Saat itu, BPS meyebutkan, beras menduduki peringkat pertama sebagai komoditas penyumbang angka kemiskinan dengan porsi 23,39 persen di kota dan 31,61 persen di desa. Rokok keretek filter menyumbang kemiskinan 11,18 persen di kota dan 9,39 persen di desa.‎

Sumber