Jakarta,
Tuberkulosis atau TB memang penyakit infeksi yang menular lewat udara. Meski begitu, bukan berarti kebiasaan tak sehat seperti merokok sama sekali tak berpengaruh.

dr Erlina Burhan, SpP(K) dari RS Persahabatan Rawamangun mengatakan merokok merupakan kebiasaan tak sehat yang berpotensi merusak saluran napas, tak terkecuali paru-paru. Karena itu, kebiasaan merokok punya kaitan erat dengan peningkatan risiko infeksi TB.

"Merokok itu merusak silia atau rambut halus yang ada di tenggorok. Nah, silia ini fungsinya sebagai pertahanan pertama bila ada kuman yang masuk. Kalau silianya rusak, kuman TB bisa dengan mudah masuk ke paru-paru," tutur dr Erlina, ditemui di RS Persahabatan Rawamangun baru-baru ini.

Dikatakan dr Erlina, silia ibarat tentara yang melindungi tubuh dari infeksi kuman, virus dan bakteri yang menyerang saluran napas. Silia akan perlahan-lahan rontok jika seseorang merokok karena seperti sudah diketahui bersama, rokok mengandung lebih dari 4.000 zat beracun yang berbahaya bagi tubuh.

Di sisi lain, rokok diketahui memang melemahkan sistem imun manusia. Studi dari University of Louisville School of Dentistry menemukan bahwa asap rokok membantu bakteri berkoloni dan menyebabkan resistensi yaitu suatu keadaan di mana bakteri menjadi kebal. Kondisi ini mendorong bakteri mulut untuk tumbuh dan berkontribusi terhadap penyakit.

Sementara itu, studi sebelumnya telah mengidentifikasi hubungan antara aktivitas merokok dengan peningkatan resistensi bakteri. Pada tahun 2015, peneliti juga mengungkapkan bahwa rokok sebenarnya memberikan kontribusi untuk pengembangan bakteri super. Nah, penelitian terbaru ini melengkapi pengetahuan tentang efek merokok yang memengaruhi perkembangan koloni mikroba atau biofilm.

Dikatakan lebih lanjut dalam penelitian itu, sebenarnya, saat asap rokok terhirup dan tubuh merespons dengan batuk atau perasaan mual. Itu adalah salah satu cara tubuh memberitahu bahwa paparan bahan kimia terhadap tubuh sudah terlalu banyak.

"Jangan lupa bahwa salah satu sebab penyakit MDR-TB adalah pengobatan TB biasa yang putus dan berulang. Berobat nggak selesai, berkali-kali, bisa membuat pasien TB jadi MDR-TB yang lebih mematikan, lebih mahal obatnya dan lebih lama sembuhnya," tuturnya.

Sumber: Detik Health