Jakarta, Masalah rokok dan kesehatan di Indonesia hingga saat ini belum ada habisnya. Di saat dunia tengah gencarnya menghadang laju industri rokok, Indonesia masih berdilema dengan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan yang disebut akan meningkatkan produksi rokok dalam negeri.

Konflik kepentingan yang ada membuat Indonesia jadi salah satu negara yang tertinggal pengendalian rokoknya. Bisa dilihat dari komitmen pemerintah yang hingga saat ini tak menunjukkan tanda-tanda akan meratifikasi pakta pengendalian tembakau internasional atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Oleh karena alasan-alasan itu bagi kalangan pemerintah yang antirokok hingga saat ini pengendalian hanya bisa dilakukan lewat peraturan daerah (perda). Apakah nantinya peraturan bisa efektif berlaku menurunkan konsumsi rokok semua tergantung komitmennya seperti dikatakan menurut Ketua Kaukus Kesehatan DPR RI Suir Syam.

Syam memang mengatakan hal tersebut berdasarkan pengalaman. Sebelum bergabung bersama DPR ia pernah menjabat sebagai Wali Kota Padang Panjang, Sumatera Barat, dan dalam masa jabatannya ia pelan-pelan mengubah kota tersebut untuk menjadi bebas rokok.

Di mulai dari tahun 2004 dikeluarkan himbauan agar tak ada asbak di kantor lanjut pada tahun 2005 keluar instruksi agar tak ada pegawai negeri yang merokok di dalam ruangan kantor. Aturan-aturan tersebut bertahap terus ditingkatkan sampai akhirnya pada tahun 2008 tak boleh ada iklan rokok sama sekali di Padang Panjang.

"Pokoknya asal ada komitmen sebenarnya nggak susah kok," kata Syam pada acara Seminar Kesehatan Nasional di lingkungan DPR RI, Senayan, Jakarta, seperti ditulis pada Selasa (15/3/2016).

Apa yang dikatakan Syam diamini oleh Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman dan Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia. Rokok dipandang sebagai faktor gaya hidup masyarakat yang paling berkontribusi terhadap peningkatan penyakit tak menular seperti masalah jantung, stroke, dan kanker.

Akibat dari peningkatan penyakit tak menular ini juga Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi kewalahan. Terbukti tiap tahun sejak program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan BPJS selalu mengalami defisit.

"Wali kota atau bupati yang membantasi penjualan rokoknya bisa dikasih insentif atau tambahan dana apa gitu. Nanti DPD akan mengusulkan hal ini," kata Irman mencoba memberikan dukungan pada daerah yang antirokok.

Sumber