JAKARTA
- Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan Indonesia masuk kategori darurat bagi anak-anak pecandu rokok. Hal itu merujuk pada data terakhir, di mana 30 persen anak-anak sudah merokok bahkan sebelum berumur 10 tahun.


Lisda menjelaskan Indonesia masih sangat bebas bagi industri rokok untuk beriklan. Selain iklan, budaya merokok di sekitar lingkungan sekolah juga memberikan dampak buruk bagi anak-anak Indonesia.

"Hasil monitoring Lentera Anak di 5 kota, 85 persen sekolah dikelilingi iklan rokok. Menjual rokok dengan murah dan mudah dan anak-anak melihat contoh orang merokok dengan mudah, karena perokok kita masih merokok sembarangan bahkan di depan anak-anak," katanya kepada merdeka. com saat dihubungi, Jakarta, Rabu (4/5).

Lisda mengungkapkan selama ini kecenderungan jumlah perokok semakin meningkat. Menurutnya, berbagai resiko penyakit mematikan bakal ditimbulkan sedari dini, setidaknya pada 10-15 tahun kedepan.

"Ini dapat mengancam sumber daya manusia Indonesia bahkan dapat mengancam bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia pada 2020-2030," tuturnya.

Lisda mendorong pemerintah membatasi distribusi penjualan rokok secara bebas. Selama ini, kata dia pemerintah tak tegas pada peredaran rokok di masyarakat buat anak-anak.

"Ya, pemerintah yang harus buat pengaturan terhadap industri rokok bukan industri rokok yang intervensi terhadap regulasi. Idealnya harga rokok harus mahal, naikkan cukainya setinggi mungkin, batasi penjualannya dan larang jual batangan," ujarnya.

Dari data yang dihimpun Lentera Anak, jumlah perokok muda usia 10-14 tahun meningkat 2 kali lipat dalam 10 tahun. Dari 1,935 juta pada 2001 menjadi 3,967 juta pada 2010.

Prevalensi perokok muda usia 15-19 tahun meningkat 3 kali lipat dari 7 persen pada 1995 menjadi 20 persen pada 2010. Angka ini menunjukkan 1 dari 5 remaja usia 15-19 tahun sudah merokok. Sementara, lebih dari 30 persen anak-anak di Indonesia, merokok sebelum usia 10 tahun.

Sumber