KUPANG -"Aduh, Be (beta, red) su (sudah, red) bakar uang Rp 82 juta lebih selama lima tahun. Karena dalam sehari beta merokok sebanyak tiga bungkus seharga Rp 15.000 per bungkus," kata Patje Wan Alexander Saubaki. Menyadari besarnya yang yang dihabiskan untuk merokok, warga Kota Kupang memutuskan berhenti merokok sejak tahun 2011.
Patje Saubaki, beberapa perokok dan mantan perokok yang diwawancarai Pos Kupang sejak Senin hingga Sabtu (11-16/1/2016) mengaku memboroskan banyak uang untuk rokok. Sadar atau tidak, setiap perokok yang merokok satu sampai 3 bungkus per hari dengan harga rokok sekitar Rp 15.000 per bungkus, sebenarnya telah 'membakar' uang sebanyak Rp 27 juta sampai Rp 81 juta per lima tahun.
Selain berdampak pada ekonomi dan kemiskinan masyarakat, sebenarnya merokok juga membahayakan kesehatan si perokok dan orang yang terpapar asap rokok (perokok pasif).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menyebutkan, konsumsi rokok berdasarkan pengeluaran rumah tangga perokok termiskin di Indonesia tahun 2013 menduduki urutan kedua setelah makanan pokok padi-padian (Abdillah Ahsan, 2015). Provinsi NTT dengan presentase penduduk miskin terbesar ketiga dibandingkan dengan 32 provinsi lainnya, pengeluaran akan tembakau dan sirih menduduki urutan ketiga setelah padi-padian dan sayur-sayuran.
Patje Wan Alexander Saubaki, Alan Girsang, SH, dan Max Fredi Reke, SH, mengaku bisa menghentikan kebiasaan merokok karena kemauan sendiri. "Ayah saya pendeta, saya merokok diam-diam sejak SMA dan dimarahi ayah saat ketahuan. Setelah bekerja dan berkeluarga, saya menghabiskan 2 -3 bungkus perhari, pagi 1 bungkus, siang 1 bungkus dan malam 1 bungkus. Istri larang tapi saya tidak peduli," kata Patje.
Tahun 2008, Patje berhenti selama sebulan saja lalu tahun 2009 Patje terkena sakit lambung dan berhenti merokok selama tiga minggu. Namun tidak lama kembali merokok. Hal yang sama juga terjadi tahun 2010 sempat berhenti namun kembali merokok.
"Akhirnya tahun 2011 saya berhenti total sampai saat ini. Saya benar-benar sadar bahwa merokok akan menganggu kesehatan jangka panjang. Dan pertimbangan penting lain bahwa saya harus bisa lebih bertanggungjawab terhadap istri dan anak sampai hari tua nanti. Kalau sakit karena merokok bagaimana bentuk tanggung jawab saya kepada keluarga," kata Patje.
Patje menyesal karena sudah menghabiskan begitu banyak uang untuk membeli rokok. "Kalau ingat lagi, saya menyesal. Seharusnya uang untuk beli rokok bisa dipakai buat beli beras untuk anak istri, buat beli susu anak, buat bayar uang sekolah anak atau buat rumah," kata suami dari Elisabeth Saubaki Demong ini.
Dirincikan Patje, jika merokok satu hari 1 bungkus saja seharga Rp 15.000 maka seminggu sudah Rp 105.000, sebulan sudah Rp 450.000 dan setahun sudah 5.400.000 dan lima tahun sudah Rp 27.000.000. Nah kalau Patje menghabiskan rokok 3 bungkus perhari maka satu hari Rp 45.000, seminggu Rp 315.000, sebulan Rp 1.350.000 dan setahun Rp 16.425.000, kalau lima tahun sudah Rp 82.125.000.
Menurut ayah dari Lani, Rudy, Widya, Alex, Laura ini, dia merokok karena punya persepsi bahwa rokok itu identik dengan kejantanan, simbo gaul, dan merasa merokok itu melahirkan inspirasi dan menghilangkan stress.
"Beta merasa bahwa merokok itu simbol kejantanan dan sumber inspirasi. Jadi jika tidak merokok, saya stress. Tapi sekarang, pandangan itu sonde (tidak,red) ada lagi. Sikap tidak merokok adalah bentuk tanggung jawab jangka panjang pria terhadap keluarganya dan saya harus menunjukkan tanggung jawab itu," kata Patje.
Patje merasa setelah berhenti merokok, tubuhnya lebih sehat, aroma tubuh juga lebih wangi, pakaian tidak lubang karena terbakar rokok, wajah tidak kusut. "Beta sekarang lebih sehat, wajah fresh, pakai baju tidak berlubang," kata Kordinator umum LSM Potensi Advokasi Rakyat NTT ini.
Pengalaman yang sama diungkapkan Max Fredi Reke, SH, pegawai negeri sipil (PNS) di Pemkot Kupang. Dulu dalam sehari menghabiskan tiga bungkus rokok sekitar Rp 15.000 per bungkus. "Gaji saya berikan ke istri. Uang lain yang saya pakai buat beli rokok," kata Max yang mengaku tidak gampang menjalankan komitmen berhenti merokok.
"Tahun 2009 saya pernah berhenti merokok selama 4 tahun. Lalu tahun 2013 saya sakit, gejala stroke dan saya isap rokok lagi tapi karena tidak sembuh maka saya berhenti merokok. Dan barulah bulan November 2014 saya berhenti merokok hingga saat ini. Semoga bisa berhenti merokok untuk selamanya," harap Max.
Apa yang membuatnya berhenti merokok, Max mengatakan, karena alasan ekonomi dan kesehatan. "Saya berpikir, selama bertahun-tahun merokok, saya sudah habiskan banyak uang. Hitung saja kalau sehari 3 bungkus rokok seharga Rp 15.000 maka seminggu, sebulan, setahun sudah berapa uang yang saya bakar atau buang percuma untuk membeli rokok Menyesal tidak berguna. Saya sudah komit untuk tidak merokok dan tidak 'bakar' uang lagi," kata Max.
Pegawai lainnya di Pemkot Kupang, Alan Girsang, SH mengaku sudah merokok sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) namun saat menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Undana Kupang, dia berhenti hingga sekarang.
"Anggapan dulu, kalau tidak merokok, itu artinya bukan anak gaul. Setiap kumpul dengan teman pasti minum kopi dan merokok. Awal berhenti itu susah, saya harus menjauh dari teman-teman yang merokok jika tidak mau 'tertular' lagi. Tapi sekarang meski ditawar, saya tetap tidak mau merokok. Buang-buang uang," kata suami dari Evie Jacob ini. Alan mengatakan, jika berhenti merokok karena suatu alasan, maka hal itu tidak akan mempan, kecuali karena memang kemauan sendiri. "Jadi jangan ada alasan. Mau berhenti ya berhenti saja. Kalau berhenti merokok karena alasan sakit, lalu saat tidak sakit lagi pasti merokok lagi," kata Alan. (vel)