Jakarta - Asuransi kesehatan sosial BPJS Kesehatan sudah nyaris berjalan tiga tahun. Dari pendataan yang dilakukan, penyakit akibat rokok memakan porsi besar dalam anggaran asuransi kesehatan tersebut.
“Pada 2015 kami menghitung penyakit katastropik atau yang berbiaya tinggi menghabiskan 33 persen uang BPJS," kata Menteri Kesehatan Nila Moeloek saat peluncuran iklan layanan masyarakat untuk Hari Anti Tembakau di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Nila menambahkan, penyakit kardiovaskular seperti jantung dan pembuluh darah menghabiskan dana sebesar Rp6,6 triliun pada 2015.
“Padahal, pada 2014, penyakit ini menghabiskan kalau tidak salah Rp3,5 triliun," kata dia.
Penyakit katastropik adalah penyakit yang membutuhkan biaya tinggi, dan kebanyakan kronik. Beberapa di antaranya adalah hipertensi dan jantung yang termasuk dalam grup penyakit kardiovaskular, kemudian kanker dan diabetes.
Melalui BPJS Kesehatan, akses masyarakat untuk mengobati penyakit katastropik menjadi luas. Imbasnya, sejak berlakunya BPJS Kesehatan pada 2014, lonjakan penderita katastropik membanjiri beragam fasilitas kesehatan yang menerima BPJS.
Menurut catatan Kementerian Kesehatan pada kuartal ketiga 2015, yang dibeberkan oleh Staf Khusus Menteri Kesehatan Diah S Saminarsih beberapa waktu lalu, tercatat penyakit jantung paling banyak dilaporkan dan ditebus biayanya oleh BPJS Kesehatan sebanyak 3,95 juta kasus.
Disusul penyakit ginjal kronik sejumlah 1,2 juta kasus, kanker 724 ribu kasus, stroke 468 ribu kasus, dan kemudian diikuti oleh hepatitis, thalasemia, dan haemophilia.
Sementara menurut Menkes, dari 125 ribu penderita kanker yang ditanggung oleh BPJS, anggaran yang sudah terpakai untuk mengobati pasien kanker mencapai Rp2,5 triliun. Dengan kata lain, satu orang penderita kanker anggota BPJS membutuhkan sekitar Rp200 juta untuk biaya pengobatan.
Beberapa penyakit tersebut di atas, banyak diantaranya merupakan akibat penggunaan rokok. Data yang dirilis oleh Tobacco Control Support Center (TCSC) IAKMI menyebutkan pada 2013 diperkirakan sebanyak 1.741.727 kematian terjadi akibat rokok.
Sedangkan untuk biaya perawatan, TCSC IAKMI menyebut total uang yang habis untuk rawat jalan dan inap penderita penyakit akibat tembakau mencapai Rp5,35 triliun pada 2013.
World Economic Forum (WEF) mengatakan bahwa penggunaan tembakau jadi faktor utama Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti jantung, kanker, pernapasan kronik, dan diabetes. Penyakit-penyakit tersebut dapat membebani ekonomi Indonesia hingga US$4,5 triliun atau Rp61,3 quadrilion hingga 2030 nanti.
Menurut WEF seperti yang dirilis CNBC, ada dua faktor yang menyebabkan kenaikan angka PTM. WEF menyatakan faktor pertama adalah penurunan kesuburan dan kematian hingga menyebabkan populasi lansia di masyarakat membludak.
Kemudian pertumbuhan ekonomi yang disertai urbanisasi dengan cepat menyebabkan prevalensi faktor risiko seperti penggunaan tembakau, alkohol, dan gaya hidup yang buruk.
"Kalau kondisi ini tidak dicegah, atau pencegahan ini tidak berjalan, saya sedih rasanya," kata Nila. "Saat ini BPJS sudah diikuti 165 juta orang dengan 92,4 juta orang ditanggung pemerintah karena tidak mampu. Kalau kondisi ini tidak diubah, negara akan terus merugi.”