Kupang - Tahukah Anda bahwa sejak tahun 2014 di Kota Kupang ini ada peraturan tentang Kawasan Tanpa Asap Rokok (KTR)? Masih banyak yang tidak tahu. Betapa tidak, sejumlah tempat yang dicantumkan dalam aturan tersebut kerap terlihat ada orang yang merokok pada tempat dilarang merokok menurut peraturan Walikota.

Yah....Walikota Kupang, Jonas Salean menerbitkan Peraturan Walikota (Perwali) Nomor 3A tahun 2014 tentang kawasan tanpa rokok (KTR), namun implementasi di lapangan seperti macan "ompong".

Pantauan Pos Kupang dalam rentang waktu tanggal 5 -15 Januari 2016, masih ada sejumlah oknum PNS yang merokok di ruang kerja begitu juga perokok lain yang merokok di lingkungan sekolah, rumah ibadah dan terminal. Padahal tempat-tempat itu sudah disebutkan dalam perwali tidak boleh merokok.

Kepala Bagian (Kabag) Hukum Pemkot Kupang, Alan Girsang, SH, Kepala Dinas (Kadiskes) Kota Kupang, dr. Ari Wijana dan Kepala Seksi Penanganan dan Penanggulangan Penyakit Dinkes Kota Kupang, Sri Wahyuningsih, SKM, dikonfirmasi terpisah pada Selasa, Rabu dan Kamis (12-14/1/2016) mengakui belum dipatuhinya Perwali tersebut.

Menurut mereka, selama dua tahun terakhir mereka sudah mensosialisasikan Perwali yang berisi delapan bab dan 22 pasal itu namun belum efektif karena sejumlah faktor. Misalnya belum maksimalnya sosialisasi, pengawasan dan belum ada sanksi pidana yang tegas untuk perokok yang merokok di KTR.

Penerbitan Perwali berdasarkan atas pasal 115 ayat (2), UU 36/2009 tentang Kesehatan, pasal 52, PP 109/2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau terhadap kesehatan, pasal 6 ayat (1) Permenkes Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 dan Permendagri nomor 7 /2011 tentang pedoman pelaksanaan KTR.

Untuk bisa mengimplementasikan Perwali yang diundangkan dalam berita daerah Kota Kupang tahun 2014 Nomor 153A tanggal 24 Januari 2014 itu, kata Alan, dibutuhkan peran aktif semua pihak. Bahkan harus ada Perda tentang KTR yang memiliki sanksi pidana. "Ranperda KTR sudah ada," kata Alan.

Menurut Sri, Perwali sudah disosialisasikan di 52 kelurahan yang diikuti masyarakat, tokoh masyarakat dan RT/RW. "Sosialisasi masih harus terus dilakukan agar bisa lebih efektif dijalankan," kata Sri. Meski demikian, sosialisasi itu belum maksimal dilakukan mengingat persoalan merokok atau tidak merokok itu adalah soal pilihan setiap orang dan bagaimana merubah sikap perilaku masyarakat.

"Ini persoalan mengubah perilaku masyarakat dari yang merokok di mana saja menjadi merokok hanya di tempat tertentu. Karena itu agak sulit untuk mengubah perilaku itu dengan cepat jika tidak intens disosialisasikan," kata Sri.

Untuk bisa mengefektifkan Perwali, demikian Sri, maka dibutuhkan peran aktif masyarakat baik yang merokok maupun yang tidak merokok. Warga yang perokok pasif atau yang tidak merokok, harus berani menegur jika mendapati seorang merokok di KTR karena selain sudah melanggar Perwali, asap rokok itu bisa membahayakan orang yang tidak merokok.

Sri menambahkan, dengan berhenti merokok atau tidak merokok maka sebenarnya bisa menghindari dari penyakit seperti jantung, kanker mulut, kanker tenggorokan, kerongkongan, kanker kandung kemih, ginjal dan sebagainya.

Dokter Ari mengatakan, Perwali itu dibuat dengan sejumlah pertimbangan. Bahwa rokok mengandung zat psikoaktif membahayakan yang dapat menimbulkan adiksi serta menurunkan derajat kesehatan manusia. Asap rokok tidak hanya membahayakan kesehatan perokok aktif tapi juga menimbulkan pencemaran udara yang membahayakan kesehataan orang lain (perokok pasif).

"Perwali itu bukan melarang setiap orang untuk tidak boleh merokok. Silahkan jika ada yang mau merokok, merokoklah di tempat yang bukan KTR. Perwali 3A bertujuan melindungi masyarakat dari bahaya akibat merokok dan membudayakan hidup sehat serta menekan angka pertumbuhan perokok pemula," kata dokter Ari.

Alan menjelaskan, yang dimaksud KTR adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan dan atau mempromosikan produk tembakau. "Jadi di KTR itu tidak boleh ada perokok, tidak boleh ada penjual rokok atau iklan rokok," jelas Alan.

Menurut Alan, KTR dalam Perwali meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar baik di sekolah tempat krusus, Perguruan Tinggi (PT), termasuk ruang perpustakaan, ruang praktek, laboratorium dan museum. Juga tempat anak bermain seperti tempat penitipan anak, tempat ibadah, angkutan umum baik kendaraan darat, air dan udara, fasilitas olahraga. "Di KTR tersebut harus bebas rokok hingga batas pagar terluar," tegas Alan.

KTR lain yakni tempat kerja, tempat umum, seperti hotel, restoran, rumah makan, jasa boga, terminal, pelabuhan, pasar, pusat perbelanjaan, minimarket, supermarket, department store, hypermarket, mall, pertokoan, tempat wisata, tempat karaoke, sarana oahraga, dan tempat umum lain. Di KTR ini, bebas asap rokok hingga batas kucuran air dari atap paling luar.

Menurut Alan, pimpinan atau penanggungjawab KTR harus melakukan pengawasan internal, melarang perokok di luar KTR, meniadakan asbak, memasang tanda larangan merokok. Bahkan masyarakat juga diharapkan bisa berperan aktif untuk mengimplementasikan Perwali dimaksud. "Masyarakat jangan ragu menegur orang yang merokok di KTR," kata Alan.

Kegiatan Inspeksi dan pengawasan ke seluruh gedung di wilayah kerja dilakukan Dinkes dan Satpol PP berkoordinasi dengan SKPD dan laporkan kondisinya kepada walikota. "Jika masih ditemukan ada orang yang merokok di KTR maka pimpinan atau penanggungjawab KTR dikenakan sanksi administrasi seperti sanksi peringatan tertulis, penghentian sementara kegiatan atau pencabutan izin," kata Alan.

Sumber