Hari ini, Senin (16/10), Panita Kerja (Panja) sedang membahas dan akan memutuskan isi draft RUU Penyiaran yang akan dibawa ke rapat paripurna untuk ditetapkan sebagai inisiatif DPR. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak DPR untuk melarang total atau secara keseluruhan segala bentuk iklan, promosi, dan sponsorship rokok di semua media penyiaran dalam RUU tersebut.

Ketua KPAI, Susanto, mengatakan, iklan, promosi, dan sponsor rokok adalah strategi marketing industri rokok untuk menjadikan anak dan remaja sebagai target pasar dan perokok substitusi (pengganti). Industri rokok mengemas materi iklan rokok dengan citra keren, gaul, macho, setiakawan, percaya diri dan lain-lainnya. Hal ini mengkondisikan anak anak untuk menganggap rokok sebagai hal yang wajar dan merepresentasikan dirinya sesuai dengan yang dicitrakan dalam iklan rokok.

“Kondisi ini harus menjadi perhatian serius dalam pembahasann RUU Penyiaran oleh DPR,” kata Susanto di Jakarta, Senin (16/10) sore ini.

Pencitraan tersebut, kata Susanto, ikut menyumbang terhadap makin meningkatnya jumlah perokok anak dan remaja. Mengacu pada data Kementerian Kesehatan, Susanto mengungkapkan prevalensi perokok anak dan remaja usia 16-19 tahun meningkat 3 kali lipat dalam 20 tahun ini. Pada 1995 jumlah anak dan remaja yang merokok baru 7,1%, tapi meningkat hingga 20,5% di 2014. Yang lebih mengejutkan, perokok pemula usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100% dalam kurun waktu kurang dari 20 tahun, yaitu dari 8,9% pada 1995 menjadi 18% di 2013.

Penelitian di Rumah Sakit Persahabatan memperlihatkan bahwa tingkat kecanduan atau adiksi pada anak SMA yang merokok cukup tinggi, yaitu 16,8%. Artinya 1 dari 5 remaja yang merokok telah mengalami kecanduan.

“Salah satu fakor yang mempengaruhi peningkatan prevalensi perokok anak ini adalah karena lemahnya pengaturan iklan rokok serta masifnya iklan dan promosi rokok,” kata Susanto.

Menurut Susanto, pengaturan iklan rokok di media penyiaran yang ada saat ini hanya bersifat pembatasan. Saat ini, ada 144 negara di dunia yang melarang iklan rokok. Di ASEAN, hanya Indonesia yang belum melarang iklan rokok di televisi. Sebagian besar negara ASEAN yang melarang iklan rokok, promosi, dan sponsor rokok secara keseluruhan di negaranya dimulai dari pelarangan iklan di televisi.

Susanto menambahkan, UU Perlindungan Anak sudah secara jelas dan tegas memerintahkan pemerintah, pemerintah daerah, dan lembaga lainnya wajib dan bertanggungjawab memberikan perlindungan khusus kepada anak. Secara spesifik, Pasal 2 UU Perlindungan Anak mengamanatkan perlindungan khusus tersebut wajib diberikan kepada anak korban penyalahgunaan narkoba, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

Pasal 76 J Ayat 2 juga melarang setiap orang yang dengan sengaja menempatkan, membiarkan melibatkan, menyuruh melibakan anak dalam penyalahgunaaan, serta produksi dan distribusi alkohol serta zat adiktif lainnya. Pelanggaran terhadap aturan ini bahkan bisa dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 89 UU tersebut.

Sumber: sp.beritasatu.com