Jakarta
- Indonesia adalah negara perokok. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah perokok dari tahun ke tahun. Berdasarkan riset Atlas Tobbaco, Indonesia menduduki ranking satu dengan jumlah perokok tertinggi di dunia. Jumlah perokok di Indonesia tahun 2016 mencapai 90 juta jiwa. Indonesia sendiri menempati urutan tertinggi prevalensi merokok bagi laki-laki di ASEAN yakni sebesar 67,4 persen.

Kenyataan ini diperparah bahwa perokok di Indonesia usianya semakin muda. Data Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak menunjukkan jumlah perokok anak di bawah umur 10 tahun di Indonesia mencapai 239.000 orang. 19,8% pertama kali mencoba rokok sebelum usia 10 tahun, dan hampir 88,6% pertama kali mencobanya di bawah usia 13 tahun.

Tingginya angka perokok usia muda, bukan tak menuai persoalan. Perokok usia muda masuk dalam kategori “usia produktif”. Namun akibat merokok, mereka kehilangan produktivitas karena mortalitas dini. Merokok dapat menurunkan kapasitas paru-paru, sedangkan kapasitas paru-paru sangat berpengaruh pada kondisi dan aktivitas fisik tubuh kita. Oleh karena itu, semakin lama individu merokok maka akan menurunkan produktivitas kerja. Karena kondisi fisik tubuh kita semakin lemah dan renta.

Hal ini menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja Indonesia. Seperti yang diungkapkan Asian Productivity Organization (APO), Produktivitas tenaga kerja Indonesia hanya sekitar 21,9 dolar AS. Posisi Indonesia berada di bawah Malaysia dan Thailand bahkan Sri Lanka. Miris, negara dengan jumlah penduduk paling tinggi, namun rendah produktivitasnya. Semua ini akibat rokok.

Bukan hanya rendahnya produktivitas. Rokok juga menyebabkan kecacatan. Di Indonesia menurut data Indonesia Global Adult Tobacco Survey, kecacatan akibat konsumsi tembakau adalah lebih dari 3,5 juta tahun hidup yang disesuaikan dengan kecacatan (Disability-Adjusted Life Year / DALY). Hal ini setara dengan kehilangan ekonomi sebesar 106 triliun rupiah (US$11 miliar).

Tak sekadar rugi ekonomi. Rokok juga mematikan. Di Indonesia, merokok merenggut nyawa setidaknya 244.000 orang setiap tahunnya. Merokok menyebabkan sekitar 21% kematian laki-laki dewasa dan 8% kematian perempuan dewasa setiap tahunnya. Dan dapat disimpulkan 50% dari orang yang terkena akibat rokok mengalami kematian dini.

Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kematian penyakit kardiovaskular tertinggi. Sedangkan menurut World Health Organization, rokok menjadi penyebab utama tingginya angka kematian penyakit kardiovaskular setelah tekanan darah tinggi.

Yang lebih membuat kita terbelalak, sebanyak 84,8 juta jiwa perokok di Indonesia berpenghasilan kurang dari Rp20 ribu per hari. Perokok di Indonesia 70% di antaranya berasal dari kalangan keluarga miskin. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa pada bulan September 2016, rokok adalah komoditas yang menyumbang kemiskinan sebesar 10,70 persen di perkotaan dan pedesaan.

Orang lebih suka mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membeli rokok, daripada untuk biaya peningkatan taraf hidup mereka, seperti pendidikan, kursus ketrampilan sampai investasi. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, konsumsi rokok tahun 2010 menyebabkan pengeluaran tak perlu sebesar Rp231,27 triliun. Dana sebesar itu dibuang sia-sia, tak ada manfaat. Justru menyebabkan kematian dan kemiskinan.

Tak berhenti sampai di sini. Industri rokok telah memiskinkan banyak petani tembakau di Indonesia. Tata niaga tembakau saat ini justru memiskinkan petani karena harga dikendalikan oleh grader. Selain itu, pabrik menekan petani sehingga terjadi oligopsoni. Tingginya harga tembakau tak dinikmati petani. Posisi tawar petani justru semakin lemah dalam menghadapi pemilik lahan, tengkulak, dan industri.

Namun yang memiriskan, di tengah rokok yang menjadi jerat kematian dan kemiskinan banyak orang, Klan Hartono (klan bisnis industri rokok) berada di urutan enam daftar keluarga paling kaya se-Asia. Rilis Forbes pada November 2016 menyebutkan kekayaan Hartono bersaudara mencapai US$ 18,6 miliar atau sekitar Rp 245,5 triliun. Aset yang dimiliki keluarga Hartono berasal dari perusahaan rokok Djarum.

Sumber: CNN Indonesia