JAKARTA - Sejumlah tokoh bangsa berkumpul di Griya Jenggala, Jakarta, Selasa 26 April 2016. Mereka menyatukan suara untuk menyelamatkan generasi muda dari bahaya rokok. Sejumlah tokoh itu salah satunya mantan Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Emil Salim, anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Anak dari Zat Adiktif Nina Mutmainnah Armando, serta anggota Dewan Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau Arifin Panigoro.
Selain keempat tokoh di atas, tokoh-tokoh yang hadir dalam kegiatan ini di antaranya Imam Prasodjo, HS Dillon, Todung Mulya Lubis, Tuti Roesdiono, Hasbullah Thabrany, Anangga Roesdiono, Svia Alisjahbana, Mia Hanafia, Arifin Panigoro, Widyastuti Soerojo, Assyikin Hanafia, Syahlina Juhal, Inti Soebagyo, dr merlinda, Seto Mulyadi, Kartono Mohamad, dan Dewi Motik.
Berdasarkan data, terdapat peningkatan prevalensi perokok (usia muda) diiringi oleh meningkatnya jumlah penyakit 960.000 kasus dan 217.400 kematian (per tahun) akibat rokok. Selain itu, konsumsi rokok merupakan gerbang pemakaian narkoba—narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif lainnya. Konsumsi rokok juga menyebabkan kemiskinan, malnutrisi, dan ketimpangan ekonomi bagi semua elemen masyarakat, termasuk mengorbankan pekerja dan petani industri rokok dan juga nelayan. Tak hanya itu, rokok menyebabkan deforestasi dan pencemaran lingkungan karena sebanyak 1,4 juta hingga 1,6 juta pohon per tahun hilang di NTB untuk industri rokok.
Berbagai kenyataan tersebut diperparah dengan diusulkannya RUU Pertembakauan oleh DPR RI yang melanggar lima ketentuan dalam Peraturan Tata Tertib DPR dan UU No. 12/2011, dan secara substantif menghilangkan tanggung jawab negara atas pengendalian yang ketat terhadap rokok. Sebaliknya, RUU ini akan membebani negara karena harus memfasilitasi industri rokok, mulai dari sarana dan prasarana produksi, jaminan kesehatan pada penderita gangguan kesehatan karena rokok, dan sarana untuk mengonsumsi rokok.
“Saya berharap seluruh masyarakat menolak RUU Pertembakauan karena tidak mendukung kesehatan dan kesejahteraan masyarakat banyak. Bahkan sebaliknya, menimbulkan penyakit yang membawa kesengsaraan dan penderitaan,” kata Nafsiah Mboi, Menteri Kesehatan periode 2012-2014,
Tidak hanya itu, Kementerian Perindustrian justru menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 63/M-IND/PER/8/2015 tentang Roadmap (Peta Jalan) Industri Hasil Tembakau (IHT) Tahun 2015-2020 yang mendorong produksi rokok sebesar 398,6 miliar batang rokok (2015) sampai 524,2 miliar batang rokok (2020). Artinya, rata-rata setiap orang termasuk anak-anak dan wanita dari 271 juta penduduk (perkiraan jumlah penduduk Indonesia tahun 2020 oleh Bappenas) memegang sekitar 1934 batang rokok di tahun tersebut.
“Penyelamatan generasi muda dari ancaman nikotin pada usia muda ini punya dua tujuan. Satu, menyelamatkan mereka dari ancaman narkoba di dewasa nanti, dan dua, menyiapkan mereka menjadi generasi tangguh, memimpin Indonesia pada tahun 2045, pada usia matang kepala empat yang berasal dari generasi 2016 ini,” ungkap Emil Salim yang menjadi salah sseorang pencetus pertemuan ini.
Dalam kesempatan yang sama, anggota Anggota Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perlindungan Anak dari Zat Adiktif, Dr. Nina Mutmainnah Armando, juga mengungkapkan, “Indonesia adalah negeri yang tidak kunjung belajar dari negara-negara lain yang telah jauh lebih maju dalam melindungi warganya dalam hal mengatur soal pembatasan produksi rokok atau melarang iklan dan promosi serta sponsorship rokok. Para pembuat kebijakan di negeri ini seperti tertutup mata hatinya untuk melihat betapa besar keburukan yang diciptakan oleh rokok terhadap kaum muda.