MATARAM
– Target Kota Mataram sebagai kota layak anak terancam gagal. Sebab belum ada upaya serius dari Pemkot Mataram untuk menegakkan aturan kawasan tanpa asap rokok dan penghapusan iklan rokok di Mataram.

”Kemungkinan untuk menjadi kota layak anak akan sangat sulit,” kata Direktur Gagas Foundation Azhar Zaini dalam keterangan persnya, Kemarin (18/7).

Berdasarkan riset yang dilakukan Gagas Foudation. Iklan rokok masih marak menghiasi berbagai sudut kota. Baik berupa billboard besar, neon box, videotron, poster-poster dan spanduk di warung-warung.

Iklan-iklan rokok ini juga banyak dijumpai di wilayah atau jalan-jalan akses menuju sekolah. Gagas menemukan sekitar 80 persen sekolah di Kota Mataram dijejali dengan iklan rokok. Selain itu, iklan rokok juga banyak ditemukan di tempat-tempat rekreasi seperti Pantai Ampenan, Taman Sangkareang dan sebagainya.

Tapi iklan rokok sangat jarang ditemukan di luar kawasan pendidikan. ”Ini membuktikan bahwa anak-anak sekolah dan kaum muda menjadi target utama dari industri rokok dalam memasarkan produknya,” ungkap pria yang akrab disapa Aan ini.

Pemkot Mataram memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2013 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tapi tidak maksimal, karena tidak ditindaklanjuti dengan peraturan wali kota. Atas dasar ini, Gagas bersama gerakan pembaharu muda dari 17 kota di Indonesia mendorong Indonesia mengaksesi Konvensi Kerangka Kerja Pengadilan Tembakau (FCTC) melalui kapsul waktu. Ekspedisi Kapsul Waktu FCTC merupakan simbol gerakan 20 pemuda pembaharu dari 17 kota di Indonesia.

Perjalanan kapsul waktu FCTC ini dimulai dari Kota Bogor, Palembang, Jambi, Mentawai, Sawahlunto, Padang, Medan, Makasar dan Mataram merupakan kota ke 9 yang dikunjungi kapsul waktu FCTC, selanjutnya akan menuju Tabanan Bali dan seterusnya.

Momen Hari Anak Nasional (HAN) ini akan dimanfaatkan agar Presiden Jokowi mau menandatangani FCTC yang merupakan kerangka kerja melindungi anak-anak dari bahaya zat aditif tembakau atau asap rokok.

”Dengan demikian dapat memberikan perlindungan bagi anak-anak dan masyarakat pada umumnya,” jelas Aan.

Ia mengakui persoalan anak sangat kompleks, tapi permasalahan rokok ini menjadi sangat mendesak. Sebab Indonesia akan mendapat bonus demografi yang hanya akan berlangsung 10 tahun, antara tahun 2020-2030. Kesempatan ini sangat langka, tapi jika saat itu penduduk usia produktif sakit-sakitan maka dikhawatirkan Indonesia akan gagal menikmati bonus demografi.

”Harapan kita generasi selanjutnya dapat menikmati secara maksimal bonus demografi ini,” harapnya.

Samsul Hadi salah seorang pembaharu muda mengatakan, mereka mempunyai tiga program yakni sosialisasi, aksi dan audiensi. Memberikan sosialisasi kepada sekolah, panti asuhan, dengan harapan informasi itu diteruskan ke yang lain.

”Kami juga bekerjasama dengan Fakultas Kedokteran Universitas Mataram, mencoba memberikan pengertian kepada masyarakat luas,” ujarnya.

Rayasa Puringgar Prasada Putra, pembaru muda lainnya mengatakan, mereka sudah menyiapkan 10 ribu surat anak-anak dari seluruh Indonesia yang akan diberikan kepada Presiden Jokowi pada puncak perayaan Hari Anak Nasional (HAN). Surat untuk presiden ini diinisiasi dari gerakan pembaharu muda dari 17 kota di Indonesia. Surat ini ditulis dengan tangan langsung agar mencerminkan isi hati nurani anak-anak Indonesia.

Sumber