BEIJING
- Penyakit yang berhubungan dengan rokok dinilai telah berdampak bagi kematian 200 juta orang di China abad ini.

Kebiasan merokok juga menjerumuskan puluhan juta orang di negara itu ke dalam kemiskinan.

China adalah penghasil tembakau dan konsumen tembakau terbesar di dunia.

Dilansir arabnews[dot]com dari AFP,  pada tahun 2015, perusahaan rokok di Cina membukukan keuntungan sebesar 1,1 triliun yuan ($160 miliar), naik 20 persen tahun ke tahun.

Sebuah laporan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan United Nations Development Programme (UNDP) menyebutkan, Jumat (11/8/2017) negara raksasa Asia itu akan menderita kerugian ekonomi jika tidak penduduknya tidak segera mengurangi kebiasaan merokok.

Dalam satu laporan "The Bill China Can not Afford" - memperkirakan bahwa total biaya ekonomi tahunan untuk penggunaan tembakau di negara ini pada tahun 2014 adalah 350 miliar yuan, meningkat sepuluh kali lipat dari tahun 2000.

"Jika tidak ada yang dilakukan untuk mengurangi tingkat kematian dan mengenalkan kebijakan yang lebih progresif, konsekuensinya dapat menghancurkan tidak hanya untuk kesehatan orang-orang di seluruh negeri, tetapi juga untuk ekonomi China secara keseluruhan," kata perwakilan WHO China, Bernhard Schwartlander

Perhitung kerugian ekonomi dari para perokok itu mencakup biaya langsung untuk mengobati penyakit terkait tembakau dan biaya tidak langsung seperti kehilangan produktivitas kerja.

Dua puluh delapan persen dari semua orang dewasa dan 50 persen pria di China diperkirakan merokok secara teratur.

Migran pedesaan-ke-perkotaan lebih cenderung menjadi perokok.

Mereka berisiko turun ke dalam kemiskinan ketika biaya medis yang berkaitan dengan merokok menjadi terlalu besar.

Hal itu bertentangan dengan tujuan pemerintah China untuk memberantas kemiskinan secara nasional pada tahun 2020.

WHO merekomendasikan kebijakan bebas rokok di seluruh negeri yang serupa dengan undang-undang di Beijing dan Shanghai, di mana merokok dilarang di tempat-tempat umum.

Namun, memberlakukan tindakan anti-merokok bisa menjadi sulit di China karena salah satu perusahaan rokok dimiliki oleh negara, China National Tobacco Corp.

Perusahaan ini memiliki monopoli dekat, kantor saham dan pejabat senior dengan regulator tembakau nasional.

Laporan WHO juga mendesak kenaikan pajak tembakau lebih lanjut agar merokok kurang terjangkau.

Sementara harga tembakau eceran meningkat setelah kenaikan pajak tahun 2015, harga rata-rata bungkus rokok tetap hanya sepuluh yuan.

Kenaikan harga eceran rokok sebesar 50 persen akan mencegah 20 juta kematian dini di atas 50 tahun, kata laporan tersebut.

Sumber: Tribun News